Senin, 28 April 2014

Fenomena Negara



Nama  : Ruli Novitasari
Kelas   : 1DA02
NPM   : 48213128
Fenomena Negara Indonesia
Satinah, TKW Indonesia kena Hukum Penggal Kepala


           Satinah merupakan salah seorang TKW dari ribuan TKW yang bekerja di Arab Saudi. Ia berasal dari Ungaran, Kabupaten Semarang. Ia menerima hukuman pancung (penggal kepala) karena membunuh majikannya yang bernama Muhammed Al Mosaemeri pada tahun 2007.
            Kronologi terjadinya pembunuhan itu pada 17 September 2007. Ketika itu Satinah sedang berada di dapur, terdengar dari luar sang majikan memanggil namanya. Satinah pun menghampiri majikannya itu, tiba-tiba tak beberapa lama kemudian majikannya pun menjambak dan memaki Satinah tanpa dengan alasan yang jelas. Berupaya untuk menyelamatkan diri, Satinah pun mengambil sebuah penggulung roti, dipukulkanlah benda itu pada bagian belakang kepala (tengkuk) si majikan hingga akhirnya si majikan pun tak sadarkan diri dan tewas ditempat. Setelah kejadian itu, Satinah melaporkan diri ke pihak berwajib, lalu ia diberi kesempatan oleh polisi Arab untuk mengabari keadaan yang baru saja dialaminya itu. Respon keluarga pun sangat terkejut.
            Pada tahun 2008, seorang TKW lain asal Indonesia bernama Sri yang saat itu sedang menemani sang majikan untuk mengunjungi seseorang di rutan tempat Satinah dipenjara. Satinah pun berbicara banyak mengenai kondisinya kepada Sri. Ia meminta pada Sri untuk mengabari keluarganya yang berada di Semarang.
            Pada tahun 2009, Satinah menghubungi keluarganya dan mengabarkan bahwa ia sedang berada di dalam penjara karena membunuh majikannya. Selama 2 tahun dalam penjara, Satinah tidak disediakan pengacara, tidak ada yang mendampinginya, dan pemerintah Indonesia pun juga tidak tahu akan hal itu.

Berikut merupakan pernyataan Anis:

            Pada 13 Oktober 2009, kakak Satinah ‘Paeri Al Feri’ mengadukan kasus ini pada Migran Care (lembaga yang menangani para imigram). Setelah itu, kakak Satinah mendatangi Kementrian Luar Negeri Direktorat Pelindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia untuk mencari bantuan agar adiknya ‘Satinah’ dapat terbebas dari jeratan hukum ini. Hasilnya yang diterima pun nihil dan tidak ada tanggapan yang jelas. Selama 2 tahun lamanya, lembaga yang pernah didatanginya itu tidak memberikan perkembangan apapun.
            Tahun 2011, Pemerintah baru melakukan tindakan karena perbincangan mengenai TKI Indonesia yang akan dihukum pancung sudah tersebar dimana-mana. Pemerintah bergerak cepat dibantu Satgas dalam penangganan TKI yang akan dihukum mati itu.
            Persidangan yang dialami Satinah, membawa pada titik akhir bahwa ia ditetapkan sebagai yang bersalah karena telah melakukan pembunuhan dan vonisnya pun tetap yaitu Hukum Pancung (Penggal Kepala).
            Pada 13 Oktober 2011 mendatangi rumah keluarga Satinah yang berada di Semarang dan memberikan informasi bahwa pihak pemerintah berupaya melakukan negosiasi dengan keluarga majikan Satinah supaya Satinah bisa terbebas dari hukuman mati.
            Keluarga korban memberikan maaf, namun dengan persyaratan dengan adanya pembayaran diyat sebesar 500 riyal atau setara dengan Rp 1,25 Milyar. Seiring berjalannya waktu, tiba-tiba pembayaran diyat naik menjadi 7 juta riyal atau setara dengan Rp 21 Milyar. Hal ini menjadi negosiasi yang alot bagi keluarga korban dan Satinah.
            Pembayaran diyat itu tertunda hingga 4 kali yaitu awalnya pembayarn diyat dilakukan pada Desember 2012, kemudian diperpanjang hingga Desember 2013, kemudian diperpanjang lagi hingga Februari 2014, dan 3 April 2014. Negosiasi yang kelima belum ada informasi yang jelas, hal ini dikarenakan Pemerintah khawatir akan terjadi preseden bagi semua TKI yang bilamana terkena hukuman pancung, diharuskan untuk membayar diyat.
            Bila pemerintah memberikan bantuan hukum yang maksimal sejak awal, maka proses hukum yang dijalani Satinah tidak akan berakhir seperti saat ini. Nyawa Satinah kini hanya tergantung upaya negosiasi pemerintah Indonesia dengan keluarga majikan Satinah.

Jumlah Uang Darah Satinah telah disetujui:

            Pada 3 April 2014, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang melakukan rapat di Kemenkopulhankam dengan Menko Pulhukan ‘Djoko Suyanto’, Menteri Luar Negeri ‘Marty Natalegawa’, dan Menakertrans ‘Muhaimin Iskandar’ menghasilkan keputusan bahwa uang 7 juta riyal diantaranya berasal dari 3 juta Anggaran Pendapatan Belanja Negara. sedangkan sisanya berasal dari donatur di Indonesia, Arab Saudi dan asosiasi pengerah tenaga kerja. “Yang sudah disetorkan saat ini senilai 5 juta riyal, sisanya akan dibayar dalam tempo satu sampai dua hari kedepan” tutur Gatot pada BBC Indonesia.

Proses Hukum:

        Pembayaran 7 juta riyal ini tidaklah membuat kasus Satinah selesai. Namun masih menghadapi pengadilan hak umum yaitu pelanggaran terhadap negara. Sementara itu komentar Gatot mengenai kasus Satinah adalah Satinah itu menganggu ketertiban umum, dengan pelanggaran hukum yang dilakukannya. Sedangkan pendapat lain dari Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia ‘Hikmahanto Juwana’ adalah Dimana letak keadilan, bagi kita rakyat Indonesia yang berada di sini (Indonesia). Kalau misalnya uang pajak itu digunakan untuk pembayaran diyat yang seharusnya dilakukan secara kontraktual. Hikmahanto juga menambahkan pernyataannya, pembayaran diyat akan menimbulkan kesan pemerintah Indonesia bersedia membayar berapapun, sehingga akan ada pihak yang meminta uang diyat tinggi di masa datang dan tidak menimbulkan efek jera.
Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar